jadilah orang pintar karna kebodohan

Posted by Pustaka Mirzan On Jumat, 28 Mei 2010 0 komentar

"Bodoh vs Pintar" ala Om Bob Sadino
Setiap orang punya perjalanan hidup yang berbeda-beda dan menerjemahkan perjalanan hidupnya pun tak akan sama kedalam petuah-petuah kata yang bermakna.

Demikian pula dengan sosok Bob Sadino yang ber-azzam untuk tidak membawa ilmu yang dimilikinya keliang kubur sebelum di ajarkan kepada anak bangsa ini.

Berikut tulisan-tulisan Beliau, semoga bermanfaat.
1. Terlalu Banyak Ide - Orang "pintar" biasanya banyak ide, bahkan mungkin telalu banyak ide, sehingga tidak satupun yang menjadi kenyataan. Sedangkan orang "bodoh" mungkin hanya punya satu ide dan satu itulah yang menjadi pilihan jalannya

2. Miskin Keberanian untuk memulai - Orang "bodoh" biasanya lebih berani dibanding orang "pintar", kenapa ? Karena orang "bodoh" sering tidak berpikir panjang atau banyak pertimbangan. Dia nothing to lose. Sebaliknya, orang "pintar" telalu banyak pertimbangan.
3. Telalu Pandai Menganalisis - Sebagian besar orang "pintar" sangat pintar menganalisis. Setiap satu ide kreatif, dianalisis dengan sangat lengkap, mulai dari modal, untung rugi sampai break event point. Orang "bodoh" tidak pandai menganalisis, sehingga lebih cepat memulai suatu usaha.
4. Ingin Cepat Sukses - Orang "Pintar" merasa mampu melakukan berbagai hal dengan kepintarannya termasuk mendapatkan hasil dengan cepat. Sebaliknya, orang "bodoh" merasa dia harus melalui jalan panjang dan berliku sebelum mendapatkan hasil.
5. Tidak Berani Mimpi Besar - Orang "Pintar" berlogika sehingga bermimpi sesuatu yang secara logika bisa di capai. Orang "bodoh" tidak perduli dengan logika, yang penting dia bermimpi sesuatu, sangat besar, bahkan sesuatu yang tidak mungkin dicapai menurut orang lain.
6. Suatu usaha Butuh Pendidikan Tinggi - Orang "Pintar" menganggap, untuk mencapai sesuatu perlu tingkat pendidikan tertentu. Orang "Bodoh" berpikir, dia pun bisa menggapai usaha itu.
7. Berpikir Negatif Sebelum Memulai - Orang "Pintar" yang hebat dalam analisis, sangat mungkin berpikir negatif tentang sebuah usaha, karena informasi yang berhasil dikumpulkannya sangat banyak. Sedangkan orang "bodoh" tidak sempat berpikir negatif karena harus segera memulai usahanya.
8. Maunya Dikerjakan Sendiri - Orang "Pintar" berpikir "aku pasti bisa mengerjakan semuanya", sedangkan orang "bodoh" menganggap dirinya punya banyak keterbatasan, sehingga harus dibantu orang lain.
9. Miskin Pengetahuan Pemasaran dan Penjualan - Orang "Pintar" menganggap sudah mengetahui banyak hal, tapi seringkali melupakan penjualan. Orang "bodoh" berpikir simple, "yang penting usahanya lancar".
10. Tidak Fokus - Orang "Pintar" sering menganggap remeh kata Fokus. Buat dia, melakukan banyak hal lebih mengasyikkan. Sementara orang "bodoh" tidak punya kegiatan lain kecuali fokus pada usahanya.
11. Tidak Peduli Konsumen - Orang "Pintar" sering terlalu pede dengan kehebatannya. Dia merasa semuanya sudah Oke berkat kepintarannya sehingga mengabaikan suara konsumen. Orang "bodoh" ?. Dia tahu konsumen seringkali lebih pintar darinya.
12. Abaikan Kualitas -Orang "bodoh" kadang-kadang saja mengabaikan kualitas karena memang tidak tahu, maka tinggal diberi tahu bahwa mengabaikan kualitas keliru. Sedangkan orang "pintar" sering mengabaikan kualitas, karena sok tahu.
13. Tidak Tuntas - Orang "Pintar" dengan mudah beralih dari satu usaha ke usaha yang lain karena punya banyak kemampuan dan peluang. Orang "bodoh" mau tidak mau harus menuntaskan satu usahanya saja.
14. Tidak Tahu Pioritas - Orang "Pintar" sering sok tahu dengan mengerjakan dan memutuskan banyak hal dalam waktu sekaligus, sehingga prioritas terabaikan. Orang "Bodoh" ? Yang paling mengancam usahanyalah yang akan dijadikan pioritas
15. Kurang Kerja Keras dan Kerja Cerdas - Banyak orang "Bodoh" yang hanya mengandalkan semangat dan kerja keras plus sedikit kerja cerdas, menjadikannya sukses dalam berusaha. Dilain sisi kebanyakan orang "Pintar" malas untuk berkerja keras dan sok cerdas,
16. Menacampuradukan Keuangan - Seorang "pintar" sekalipun tetap berperilaku bodoh dengan dengan mencampuradukan keuangan pribadi dan perusahaan.
17. Mudah Menyerah - Orang "Pintar" merasa gengsi ketika gagal di satu usaha sehingga langsung beralih ke usaha lain, ketika menghadapi hambatan. Orang "Bodoh" seringkali tidak punya pilihan kecuali mengalahkan hambatan tersebut.
18. Melupakan Tuhan - Kebanyakan orang merasa sukses itu adalah hasil jarih payah diri sendiri, tanpa campur tangan "TUHAN". Mengingat TUHAN adalah sebagai ibadah vertikal dan menolong sesama sebagai ibadah horizontal.
19. Melupakan Keluarga - Jadikanlah keluarga sebagai motivator dan supporter pada saat baru memulai menjalankan usaha maupun ketika usaha semakin meguras waktu dan tenaga.
20. Berperilaku Buruk - Setelah menjadi orang sukses, maka seseorang akan menganggap dirinya sebagai seorang yang mandiri. Dia tidak lagi membutuhkan orang lain, karena sudah mampu berdiri diats kakinya sendiri.


Pendidikan dan UASBN

Posted by Pustaka Mirzan On Selasa, 18 Mei 2010 0 komentar

Negeri sudah terlalu banyak tertekan oleh berbagai tekanan-tekanan yang sangat disayangkan apabila tidak dapat dikendalikan secarapreventif dan rehabilitatif maka akan terjadi kerusakan mental bangsa. Salah seorang tokoh nasional mengatakan �jika negeri ini tidakberubah, maka akan menjadi gila bersama-sama�. Perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi harus dilakukan bersama-sama melaluiperibadi yang mau berubah. Sesuai dalam al Qur�an, bahwa �tidak berubah suatu kaum apabila ia tidak merubahnya sendiri�.
Tekanan-tekan negeri ini disebabkan oleh banyak hal, mulai dari politik, hukum, budaya, ekonomi, dan pendidikan. Tekanan ini terjadidikarenakan melemahnya mental setiap manusia di negeri ini.
Pendidkan adalah salah satu solusi penting dalam menangkis tekanan kerusakan mental yang terjadi di negeri ini. Namun dalam implemetasipendidikan nasional, masih banyak juga terjadi keurangan-kekurangan disana sini. Salah satunya adalah yang baru-baru ini terjadi, yaknimengenai Ujian Nasional yang mana semua para peserta didik menakutkan kehadiran UN ini, mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga tingkatSekolah Menengah Atas.
UN nasional sebagai penentu kelulusan sangat membatasi kemampuan pribadi masing-masing siswa, sehingga banyak terjadi ketidakadilan penilaian hasil UN tersebut di seluruh negeri ini. Kemampuan siswa di daerah semena-mena disamakan dengan siswa yang diperkotaan, yang notabene seluruh sarana dan prasarana pendukung pendidikannya sangat memadai dibandingkan dengan yang di daerah ataupedesaan.
UN nasional bertujuan sebagai penentu kelulusan dan pemetaan kualitas pendidikan belum mampu mencapai keadilan yang hakiki, masihmencapai keadilan relative, artinya keadilan antara kualitas yang diberikan terhadap sekolah-sekolah di perkotaan belum sama denganpemberian kualitas pendidikan di pedesaan. Inilah yang sangat ironi di dunia pendidikan kita.
Akhir-akhir ini kita mendengar dan melihat di media masa kejadian yang sangat disesalkan, yakni pelajar disalah satu sekolah menengahatas yang tidak lulus ujian nasional merusak fasilitas sekolah. Inikah generasi bangsa yang berkualitas?
Tanda Tanya besar bagi kita para pelaku pendidikan (orang tua, masayarakat dan guru) dan pemerintah. Hanya gara-gara ujian nasionalyang dilakukan dalam beberapa hari adalah sebagai penentu lulus atau tidak lulusnya para pelajar yang telah mati-matian belajar sebelumnyabertahun-tahun. Mengapa terjadi seperti ini? Yakni dikarenakan pemerataan kualitas pendidikan belum merata disemua sekolah.
Jadi solusinya menurut saya pribadi adalah, boleh-boleh saja dilaksanakan ujian nasional, tetapi seluruh siswa diluluskan sesuai denganapa yang dihasilkannya. Nilai yang dihasilkannya itulah yang menjadi penentu ia diterima apa tidak ditingkat sekolah selanjutnya yangberkualitas.
Misalnya seorang anak didik menghasilkan nilai ujian nasional 23,00, maka dengan nilai itulah dia mendaftar dan diterima disekolah tertentuyang memiliki pasinggrade nilai yang sesuai dengan nilainya tersebut, yakni membuat dia dapat diterima disekolah itu.
Jadi, UN nasional bukan menjadi penghalang peserta didik untuk melanjutkan pendidikannya kejenjang selanjutnya, tetapi UN adalahpenentu dia diterima atau tidak disekolah yang berkualitas selanjutnya sesuai dengan nilai yang didapatkannya ketika pelaksanaan UNtersebut.
Akhir kata, saya sebagai penulis mengharapkan perubahan harus kita lakukan bersama-sama dalam menangkis tekanan psikologis parapeserta didik sebagai generasi yang berkualitas dikedepannya.

Wassalam. By: Ali M.Z